Masyarakat dan Publik merasa legah, bahwa terduga pelaku kasus kematian almarhumah Desy Novita Irmawati alias Desy, oleh pihak kepolisian Mapolres Bima Kota melalui Kasat Reskrim menetapkan empat orang tersangka atas kematian korban.
Namun apa mau dikata, sampai hari ini masih misterius dalam kejelasan hukum terhadap terhadap kematian almarhumah Desy yang menggegerkan publik, dan masyarakat.
Menanggapi pertanyaan saat diwawancarai, Kasat Reskrim Polres Bima Kota Iptu M. Rayendra RAP, S.T.K, S.I.K. mengatakan, bahwa kami tidak melakukan penahanan terhadap tersangka 4 Orang, kasus kematian almarhumah Desy Novita Irmawati tersebut, karena hukuman pidananya dibawah lima tahun.
" Kami melaksanakan Sesuai dengan peraturan dan prosedur, memang begitu," Pungkasnya singkat nya, Kasat Reskrim. Pada hari Kamis (18/08/2022).
Kuasa hukum almarhumah Desy Novita Irmawati, Adhar, S.H..M.H mengatakan dan menguraikan. Mengigat ketentuan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Undang-Undang Nomor 31 tahun 2013 Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Mengatur secara umum tentang hak-hak korban, pelaku, dan keluarga korban. Ketentuan Pasal 31 ayat (2) Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Republik Indonesia, tentang batas waktu penyelesaian perkara dihitung mulai diterbitkannya surat perintah penyidikan meliputi: 120 (seratus dua puluh) untuk penyidikan perkara yang sangat sulit, 90 (Sembilan puluh) hari penyidikan perkara yang sulit, 60 (enam puluh) hari untuk penyidikan perkara yang sedang.
Dari rangkaian tahapan proses penegakan hukum di atas penegak hukum belum memperjelas status kematian Desy. Hal ini tentu mengangkangi Konstitusi, UUD NRI 1945, yang diturunkan dalam Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di depan hukum.
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pun mengatur tentang tata cara proses penegakkan hukum dalam penyidikan hingga proses peradilan untuk memberikan kepastian hukum, menjunjung tinggi hak asasi manusia kemanusiaan untuk mencapai keadilan.
Kepolisian sebagai instrumen Negara yang diatur dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2022 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia memiliki kewajiban menegakkan
hukum dan mengayomi masyarakat dalam rangka menjunjung tinggi hak asasi manusia.
"Untuk menggerakan tangan dan kaki Kepolisian, telah diterbitkan Peraturan Kepolisian No. 6 Tahun 2019 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana, juga terdapat Peraturan Kapolri tentang Kode Etik Kepolisian untuk menjaga hati nurani Kepolisian," Bebernya.
Dengan adanya berbagai alat kelengkapan dan peraturan itu, Negara memberikan kepercayaan kepada penegak hukum untuk bergerak memperjuangkan Hak Asasi Manusia dan akses keadilan untuk masyarakat.
Keluarga maupun masyarakat, berharap cara-cara penegak hukum menggunakan saluran peradilan pidana, tidak semakin mengurangi kepercayaan publik.
Kematian DS di kamar kos Kota Bima pada Desember 2021 tak kunjung memasuki tahap persidangan untuk memberikan kepastian hukum dan keadilan. Hal itu menumpuk tanda tanya publik, keluarga maupun masyarakat.
Sejauh ini Kepolisian telah melakukan proses penegakan hukum sampai pada tahapan penyidikan dan menetapkan empat orang tersangka pada Februari 2022. Sampai dengan Agustus 2022, penegak hukum belum memberikan kejelasan terhadap perkembangan kasus tersebut.
Catatan PBH LPW NTB selaku kuasa hukum keluarga terhadap tahapan kasus diuraikan sebagai berikut.
1. DS meninggalnya pada Desember 2021, bertempat di Kota Bima Provinsi Nusa Tenggara Barat:
2. Pada Januari 2022, atas desakan keluarga dan publik. Kepolisian mengambil langkah autopsi.
3. Pada Februari 2022, hasil autopsi menemukan peristiwa pidana dan naik ke tahap penyidikan.
4. Hasil penyidikan Polres Bima Kota pada Febuari 2022 menetapkan 4 (empat) orang tersangka, diancam dengan Pasal 346 Jo Pasal 56 KUHP.
5. Pada Maret 2022 PBH LPW NTB mengkonfirmasi perkembangan perkara pada Satreskrim Polres Bima Kota bahwa berkas sudah rampung dan akan dilimpahkan ke Kejaksaan.
6. Pada Mei 2022, PBH LPW NTB mengajukan Surat Permohonan Perkembangan hasil Penyidikan.
7. Pada Juni 2022, kembali menanyakan kepada Satreskrim Polres Bima Kota, dan dinyatakan berkas perkara telah diserahkan. kepada Kejaksaan Negeri Raba Bima, dan menunggu petunjuk lebih lanjut untuk melengkapi berkas.
8. PBH LPW NTB mengkonfirmasi secara lisan ke Kejaksaan Tinggi NTB, berkas sudah dikembalikan ke Polres Bima Kota.
Berdasarkan catatan tersebut, PBH LPW NTB menuntut.
1. Kejelasan proses dan transparansi informasi perkembangan penanganan kasus kematian DS.
2. Kepastian hukum dalam penyelesaian sampai tahap persidangan.
3. Mengoptimalkan fungsi saluran penegakkan hukum untuk mencapai keadilan.
4. Evaluasi kinerja perangkat penegakan hukum dalam penanganan kasus kematian. DS, terutama kinerja Kasat Reskrim Polres Bima Kota.
Mataram, 22 Agustus 2022. Pusat Bantuan Hukum Lembaga Pengembangan Wilayah. Nusa Tenggara Barat (PBH LPW NTB)
Sember. Ketua, Adhar, S.H..M.H
Posting Komentar