Dalam status tersebut, mengundang perhatian para netizen, kalimat oknum di atas menjadi kontroversial dikalangan pengguna medsos.
Salah satu Aktivis, sekaligus sebagai ketua organisasi masyarakat. Laskar Salahudin Bima Mukhlis Plano, menanggapi. Civitas akademik perlu menguji kualitas pemikiran seorang dosen seperti Dewi Ratna Muchlisa. Pada hari Kamis (02/12/2021).
"Ketakutannya ialah terbentuknya kualitas berpikir mahasiswanya yang akan ambigu seperti cerminan dosennya yang merujuk pada suatu sumber literasi tapi tak mampu mengargumentasikan sumber literasi itu sendiri," Katanya Mukhlis Plano.
Lanjut dia. Konstruksi berpikir dosen yang sembrawut akan melahirkan SDM yang berpikir sembrawut Pula. Maka langkah untuk memastikan kualitasnya ialah dengan Menguji buah pikirannya di meja meja ilmiah supaya "sumbu pendek" itu tidak tertular pada yang lain. (Mengutip istilahnya sendiri)
"Banyak kawan kawan FB berkomentar. Untuk mengurai perdebatan ini perlu ngopi bareng biar enak. Cuman yang saya takutkan agenda "ngopi" ( Ngobrol pintarnya) berubah menjadi "NGOPI" (NGOBROL PIKUN)," Ungkap Mukhlis Plano, dengan kewaspadaan terhadap apa yang menjadi polemik.
Isi Naskah samparaja tentang "Ngoho" seperti yang di Uraikan oleh ibu dosen Dewi Ratna Muchlisa belum cukup untuk menjawab kebingungan Publik atas apa yang telah di uraian dalam status Facebook milik Ibu dosen, berdasarkan sumber literasinya ( Naskah samparaja).
"Dan sayapun sampai saat ini belum mendapatkan pencerahan atas argumentasi ibu dosen yang bersumber dari naskah tersebut".
Ada sisi ambiguitas yang muncul dari uraian naskah seperti yang ditulis oleh ibu dosen Dewi Ratna Muchlisa dalam Beranda Facebooknya . Bahwa Petani dan Ngoho itu adalah dua profesi yang berbeda.
"Apa Benar dalam naskah Kuno samparaja itu menjelaskan bahwa " Ngoho itu Adalah profesi bercocok tanam di gunung " kalau mengacu kepada argumentasi yang di uraikan dalam tulisannya ibu Dewi Ratna Muchlisa.?," Paparnya.
"Jika benar adanya bunyi naskah tersebut maka isi naskah tersebut patut di bedah dan didiskusikan oleh para cendikiawan dan Civitas Akademik yang ada Di Bima, dan ibu dosen Dewi Ratna Muchlisa harus menyokong hal itu dengan memnfasilitasi langkah sebagai jalan untuk menyuburkan khasanah ilmu pengetahuan di bidang kearsipan dan sejarah".
"Mengingat ibu Dewi Ratna Muchlisa juga sebagai salah satu orang yang ada dalam tim perumusan kurikulum Muatan Lokal. ( MULOK) Yang ada di kabupaten Bima," pungkasnya.
Sembari menunggu tanggapan dan penjelasannya tentang status yang dituliskan oleh pemilik akun Facebook ( Dewi Ratna Muchlisa ) tersebut, maka berita ini ditayangkan oleh Media ini.
Posting Komentar