Mentari pagi bersinar terang. Tatapan mata memperhatikan pemandangan alam yang luas nan hijau. Ingin memproduktifkan areal lahan warisan leluhur untuk mendukung kesejahteraan hidup. Tapi hanya keinginan yang besar sementara kemampuan terbatas. Areal lahan pemeliharaan dan pemeliharaan hewan ternak kejayaan kerajaan tanpa hilang huruf, melayang tanpa suara. Air mata mengalir melewati pipi bila membayangkan kembali perjuangan leluhur dimasa kejayaannya.
Hari ini bahkan untuk hari hari yang sangat panjang, warga Sanggar Tambora tidak bisa lagi berlari indah dihutan lindung kedambaanya. Lokasi Lenggo yang lebih dari satu abad menjadi lokasi pelepasan dan pemeliharaan ternak berpindah tangan. Lokasi toroparia, lokasi oi katupa yang selama ini menjadi sumber pendapatan warga menjadi milik orang lain.Warga klarifikasi tapi sia sia. Janji janji manis yang tidak bisa dibuktikan hasilnya senantiasa merdu terdengar.
Areal lahan desa Oi Katupa berdasarkan perda pemekaran desa lima ribu hektar menjadi lahan HGU Perusahaan. Bukan warga yang salah dan bukan Perusahaan yang keliru tapi oknum pemda yang memainkan skenario. Areal lahan yang sama dimiliki oleh dua komponen. Betul betul sebuah kesalahan yang mencoreng jerih jerih keras dan keringat para pemimpin negeri sebelumnya. Areal lahan hilang, pendapatan tiada. Rakyat meraung tanpa suara, hulubalang menangis tanpa suara.
Rakyat mengumpat tanpa saksi. Semua itu tertutup oleh serban kepalsuan dan selimut kisah sang durjana. Apakah ini sebagai tanda tanda meletusnya gunung Tambora lagi?
Om, kubertanya "Ada apa dengan Bima. Pada siapa karma itu akan dialamatkan?". Oh tentu kepada mereka yang berdusta dan menipu semua hati nurani rakyat. Beginikah ulah generasi negeriku? Mulut terkunci, harga diri terjual. Inikah citra dan warna kulit tinta corong reformasi rakyat? Mulut terbungkam, peni dikeringkan, oh nasibmu rupiah.
Alangkah gundahnya penghuni negeri. Kemana nian nurani dititipkan. Uang dan uang telah membelenggu harkat dan martabat. Dunia maya ini semua dan penuh babakan sandiwara dusta. Impian dan harapan menyatu dalam skenario kedustaan majemuk.
Betulkah simbol keagamaan yang membungkus raga mereka,? Oh, Tuhanku. Inikah wajah suram dan gerak letih? Nestapa apa yang dirasakan oleh mereka nanti. Areal lahan yang sama dimiliki oleh dua komponen. Betul betul sebuah kesalahan yang tidak pernah terjadi dimasa kejayaan kerajaan Sanggar Tambora. Gerombolan siapa yang menelanjangi keangkuhan dan kesombongan yang tertandingi ini?
Wahai anak negeri. Telah tiba saatnya engkau bangkit, menatap, memperjuangkan areal lahan ditanah leluhurmu. Ayah ibumu berorasi tapi hasilnya nihil. Pemecahan masalah tumpul keatas, runcing kebawah. Harga diri ditukar dengan kartu mati. Dana mambari dalam kondisi mamburu. Rasamanggini watiraloananggana. Oi niwa mamaci watirawarama kamoci. Isi nggaro jambu mente ma mamboto watiru loana lu-u dikambuti. Nggaro kahawamanaru watiruwara makanira. Dolu fonu macaru watiruwarama kataho weacarana. Sara-a dinefana sampesa marunifina.
Jarum jam harus berbalik menembus kesalahan. Inilah motivasi anak terbaik yang dimiliki dana Sanggar -Tambora. Nasib negeri ini harus lepas dari jubah keterkungkungan. Namun siapa dan bagaimana, itulah paradigma bersama. Yang berlalu jadikan sebagai momentum yang sangat bernilai. Ayo kita berjuang mulai sekarang juga sebelum semuanya terlambat. (Red/ Dalhan/SP).
Posting Komentar